Selasa, 14 Januari 2014
Mesjid adalah rumah
tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid yang
berukuran kecil disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah
masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan
perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an
sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut
memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Masjid berarti tempat
bersujud. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau
tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram(bahasa semitik). Kata
masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum
Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau
"tempat sembahan". Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque.
Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata
mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.
b. Masjid Pertama
Ketika Nabi Muhammad saw
tiba di Madinah (622 M. bertepatan pada bulan rabi’ul awal tahun pertama
hijriayah), beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang
dikenal dengan nama Masjid Nabawi –atau lebih dikenal masjid Madinah-, yang
berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun
di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang
sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota
Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik,diskusi,
perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian.
Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh
orang-orang fakir miskin. Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid
al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.
C. Masjid sebagai sarana pendidikan
Salah satu fungsi masjid
dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Beberapa masjid,
terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat
belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman maupun ilmu umum.
Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada
beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya
menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari.
Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh
pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya
pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid.
Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di
beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk Indonesia.
Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga disediakan di
masjid-masjid di Eropa dan Amerika Serikat, dimana perkembangan agama Islam
melaju dengan sangat pesat. Beberapa masjid juga menyediakan pengajaran tentang
hukum Islam secara mendalam. Madrasah, walaupun letaknya agak berpisah dari
masjid, tapi tersedia bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu keislaman. selain dalam
bentuk sekolah masjid juga berguna untuk pengajaran majelis ta’lim.
Salah satu contoh masjid
yang digunakan sebagai sarana pendidikan adalah pada masa khalifah Abbasiyah,
dimana masjid digunakan sebagai tempat pertemuan ilmiah bagi para sarjana dan
ulama. Selain itu Masjidilharam misalnya, masjid ini selain digunakan sebagai
tempat ibadah juga digunakan untuk mendalami ilmu-ilmu agama berbagai madzhab.
Adapun di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masjid berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, mengajar al-Qur’an bagi anak-anak, dan memperingati hari-hari besar islam. Di daerah perkotaan, selain fungsi tersebut, masjid juga digunakan untuk pembinaan generasi muda islam, ceramah, diskusi keagamaan dan perpustakaan.
Adapun di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masjid berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, mengajar al-Qur’an bagi anak-anak, dan memperingati hari-hari besar islam. Di daerah perkotaan, selain fungsi tersebut, masjid juga digunakan untuk pembinaan generasi muda islam, ceramah, diskusi keagamaan dan perpustakaan.
Penyelenggaraan pendidikan
agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar masjid. Hidup
sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid, karena beberapa
ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah tersebut juga
berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat sejak kecil,
seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Masjid disamping sebagai
tempat ibadah juga sebagai pusat kegiatan umat Islam. Masjid juga digunakan
oleh Rasulullah SAW sebagai kegiatan sosial dan politik menyusun strategi
perang.
Rasulullah SAW tidak hanya mengajarkan masjid sebagai tempat
ibadah mahdhah saja, tetapi kegiatan lainnya yang berurusan dengan kepentingan
umat.
Orang boleh saja
meragukan masjid sebagai pusat aktivitas agama Islam di era global ini.
Pendidikan tentang agama Islam dan aktivitas agama Islam diperoleh dan dapat
dilakukan di banyak tempat, tidak hanya di masjid saja. Prinsipnya, jika
dilihat dari beberapa ketentuan agama mengenai masjid, umat Islam tidak dapat
dipisahkan dengan masjid. Sejarah membuktikan kalau masjid sebagai awal pusat
pendidikan agama Islam.
Masjid juga sudah
ditakdirkan menjadi rumah Allah SWT dan milik umat Islam dimanapun berada.
Keberadaan masjid bukan hanya menjadi kebutuhan sebagai sarana ibadah, tetapi
keberadaan masjid juga wajib adanya pada suatu wilayah yang ada umat muslimnya.
Mayoritas penduduk
kabupaten Kebumen adalah muslim. Desa-desa di kabupaten Kebumen ini minimal
terdapat satu bangunan masjid pada setiap desanya. Desa yang wilayahnya luas
dan berpenduduk banyak/padat, bahkan tidak hanya terdapat satu bangunan masjid.
Desa Jemur kecamatan Kebumen adalah contoh desa yang mempunyai dua bangunan
masjid. Masih banyak desa lain yang mempunyai masjid lebih dari satu, misalnya
di desa Karangsari Kebumen, terdapat enam bangunan masjid.
Keberadaan masjid jauh
lebih sedikit dibandingkan keberadaan Musholla. Musholla lebih banyak,
disebabkan karena dapat didirikan pada setiap tempat dimanapun minimal sebagai
tempat sholat saja. Musholla bisa didirikan disetiap komplek RT, komplek RW,
komplek perkantoran, bahkan rumah kita masing-masing. Keberadaan mushalla,
tidak untuk menunaikan shalat jum’at. Desa Jatimulyo Alian Kebumen, adalah
contoh desa yang mempunyai tujuh bangunan musholla milik masyarakat dan tiga bangunan
masjid. Kenyataan yang ada, musholla dalam menyelenggarakan pendidikan agama
Islam maupun sebagai tempat ibadah umat Islam tidak berbeda dengan di masjid,
secara prinsip kegiatan musholla bermula dari bagaimana konsep memakmurkan
masjid.
Keberadaan bangunan
masjid dalam Islam terdapat persyaratan tertentu, misalnya batas-batas wilayah
dan minimal ada empat puluh orang untuk mendirikan sholat Jum’at. Masjid juga
tidak boleh didirikan pada satu komplek dalam satu batas wilayah yang kecil.
Bangunan masjid semakin
banyak seiring dengan bertambah banyaknya penduduk di Indonesia dan semakin
banyaknya pembangunan komplek perumahan. Semakin banyaknya masjid dan tuntutan
mendirikan masjid menunjukkan bahwa masjid sangat berpotensi untuk menjadi
pusat pendidikan agama Islam dan pusat peradaban yang menyertai perkembangan
kehidupan umat Islam sepanjang masa.
Makmurnya masjid juga
berimplikasi pada terpenuhinya jama’ah akan pendidikan agama Islam dan tempat
pembinaan umat.
Pendidikan agama Islam
di masjid pada umumnya dilaksanakan secara konservatif atau tradisional.
Pendidikan agama Islam dengan cara tradisional adalah dengan metode bandungan
atau sorogan. Pengajar pendidikan di masjid dengan membaca dan didengarkan atau
ditirukan oleh santri masjid, atau sebaliknya. Metode ini juga memungkinkan
untuk terjadinya Tanya jawab antara santri masjid dengan seorang ustadz atau
kyai masjid.
Pendidikan agama Islam
di beberapa masjid di Kebumen ini juga mengalami perkembangan. Masjid yang
melakukan pengembangan pendidikan agama Islam contohnya adalah masjid Nurul
Iman desa Kawedusan, masjid desa panggel kelurahan panjer Kebumen. Komplek
masjid-masjid tersebut juga dibangun sarana pendidikan dan organisasi masjid
seperti pengurus TPQ, dan tempat khusus untuk belajar Alquran. Keberadaan
pondok pesantren juga berawal dari bentuk pengembangan pendidikan agama Islam
di masjid. Masjid Jami’ Wonoyoso Kebumen adalah contoh bentuk pengembangan
pendidikan agama di masjid berbentuk pondok pesantren, bahkan meluas kepada
pendirian bangunan madrasah sebagai pendidikan formal.
Banyaknya fungsi masjid
yang semakin meluas sebagai sarana pendidikan agama Islam secara lebih
sistematis, tidak mengurangi kharisma masjid yang ada di desa-desa yang
menyelenggarakan pendidikan secara tradisional.
Sejarah perkembangan
masjid lebih banyak menyuguhkan kajian agama dari pada kegiatan sosial.
Pendidikan agama Islam di masjid juga lebih banyak dari pada aktivitas
pendidikan agama Islam pada lembaga pendidikan formal. Masjid pada setiap malam
dapat menyelenggarakan pendidikan agama seperti pengajian kitab. Ada yang
bersiafat harian, mingguan, sebulanan dan tahunan dan sepanjang waktu. Berbeda
dengan penyelenggaran pendidikan dan aktivitas pendidikan agama Islam di
madrasah atau sekolah. Institusi madrasah dan sekolah menyuguhakn materi
pendidikan agama Islam dengan waktu yang sangat terbatas. Materi pendidikan
agama Islam didapat dua sampai enam jam perminggunya dan dalam kurun waktu tiga
tahun.
Pendidikan agama Islam
yang di selelenggarakan di masjid., tidak terbatas oleh waktu. Konsep
pendidikan seumur hidup, setiap saat bisa di dapat di masjid walaupun tidak
dalam pengertian semua masjid. Begitu juga keberadaan masjid di desa dengan
masjid di kota. Masjid di kota, pada umumnya aktivitas agama Islamnya terbatas,
hal ini karena karakter masyarakat kota yang berbeda dengan karakter masyarakat
perdesaan.
Sesudah negara Islam
meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan
sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam
pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. Ketika Nabi Muhammad saw. berhijrah
dari Mekkah menuju Yatsrib (Madinah) dan singgah di Quba, program yang pertama
kali beliau laksanakan ialah mendirikan sebuah masjid yang kemudian beliau
namakan dengan “Masjid Quba”. Masjid itu disebut oleh Allah swt. dalam
firman-Nya: “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba)
sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya
terdapat orang-orang yang ingin mensucikan diri. Dan Allah menyukai orang-orang
yang bersih” (Q.S. At-Taubah/9: 108).
Hal ini dimaksudkan oleh
Rasulullah agar menjadi tempat berkumpul bagi manusia guna menunaikan shalat,
membaca kitab suci Al-Qur'an, berdzikir kepada Allah swt., saling bermusyawarah
dalam urusan agama mereka, dan agar menjadi “Madhar”(manifestasi) bagi
persatuan, kerukunan dan persaudaraan, dan menjadikan masjid menjadi tempat
pendidikan, pengajaran dan tempat menyampaikan nasihat dalam masalah agama,
akhlakul karimah. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang masuk ke dalam
masjid-ku ini guna mengajar kebaikan atau belajar (mencari ilmu), maka ia
bagaikan orang yang berjuang menegakkan agama Allah” (H.R. Ibnu Majah).
Rasulullah saw. sendiri
seringkali duduk di masjidnya, lalu dikerumuni oleh para sahabat secara
melingkar, bagaikan bintang-bintang mengelilingi bulan purnama. Kemudian beliau
menyampaikan ceramah, fatwa agama dan ajaran-ajaran lain kepada mereka. Dan
jika beliau berhalangan maka diutusnya sahabatnya untuk mewakilinya seperti:
Ubadah bin Shamit, Abi Ubadah bin al-Jarrah atau lainnya. Hingga kemudian di
Madinah Rasulullah mendirikan masjid Nabawi yang juga berfungsi sebagai tempat
pendidikan pertama kali yang beliau pergunakan untuk mengajarkan Qira'atul
Qur'an, ilmu fiqh, syariat Islam dan berbagai ilmu pengetahuan, sehingga dapat
menelurkan generasi-generasi militan, yang menjadi ulama, hukama, khulafa,
umara dan pemimpin-pemimpin yang dapat diandalkan.
Sesudah negara Islam
meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan
sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam
pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. Yang tampak menonjol sekali dalam hal
ini antara lain ialah: Masjid-masjid Shan'a di Yaman, Al Jami' Al Umawi di
Damsyik, Al Jami' Al-Azhar di Mesir, Jami' Az-Zaituniyah di Tunisia dan Masjid
Qoeruwar di Fas. Kemudian berikutnya, para penguasa, umara dan para raja
berlomba-lomba membangun tempat-tempat pendidikan dan lembaga ilmu pengetahuan
yang dilengkapi dengan masjid dan asrama pelajar. Hal inilah yang akhirnya
dapat membawa kejayaan ilmu dan kebudayaan Islam, dapat melahirkan beribu-ribu
ulama yang intelek dalam berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, hadits, ilmu
falak, fiqh, usul fiqh, bahasa Arab, sastra Arab, kedokteran, olahraga, ilmu
hitung, dan lain-lain.
Saat ini konsep
sekolah-sekolah yang berada di sekeliling masjid, atau sekolah-sekolah yang
dilengkapi dengan masjid dijadikan sebagai konsep sekolah-sekolah Islam terpadu
dari segi arsitektur pembangunan sekolah-sekolah Islam terpadu. Bahkan di
sekolah-sekolah negeri pun mulai terlihat adanya pembangunan masjid di
tengah-tengah sekolah. Mengapa demikian?
Hikmah mendalam yang
sebetulnya dapat kita petik dari langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw.
di saat hijrah dengan membangun masjid Quba dan menjadikannya tempat untuk
mendidik generasi Islam dan menyampaikan berbagai ilmu yang terkandung di dalam
Al-Qur'an dan Hadits. Walaupun secara tidak langsung Rasulullah juga melakukan
berbagai pendidikan dan pengajaran di tempat-tempat yang lain seperti, di
rumah-rumah, di jalan, di pasar sampai di medan perang. Sesuai dengan ilmu dan
ajaran yang akan disampaikannya.
Di dalam dunia
pendidikan, khususnya pendidikan Islam, masjid ibarat ruhnya atau qolbunya
pendidikan. Karena pendidikan tidak hanya semata-mata mengetahui sesuatu hal
yang baru, bukan hanya untuk mencapai jenjang yang lebih tinggi dan tidak juga
hanya semata-mata mengejar nilai. Tapi Rasulullah telah mengajarkan kepada
kita, nilai-nilai pendidikan yang hakiki untuk menjadikan manusia sebagai
manusia seutuhnya (Insan Kamil/ Insan Paripurna)
Karena pendidikan
merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik
sehingga dimensi kependidikan dapat berkembang secara optimal. Adapun dimensi
kependidikan itu mencakup tiga hal, yaitu:
1. Afektif, yang tercermin pada kualitas
keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti yang luhur serta
kepribadian unggul, dan kompetensi estetis. Dari masjid nilai-nilai hakiki ini
ditanamkan oleh Rasulullah kepada umatnya dengan perintah menjalankan shalat,
pelaksanaan shalat berjamaah dan hikmah-hikmah lain yang terkandung di dalam
shalat berjamaah. Dan hal tersebut dimulai dari masjid.
2. Kognitif, yang tercermin pada kapasitas pikir
dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Yang diwujudkan dengan perintah bertasbih dan
membaca Al-Qur'an serta mempelajari kandungan-kandungan ilmu di dalamnya. Dan
sejak zaman Rasulullah, para sahabat dan sekarang ini para ulama melakukannya
di masjid. Karena inti ilmu pengetahuan itu ada di dalam Al-Qur'an.
3. Psikomotorik, yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis. Diwujudkan dengan berbagai kegiatan fisik di masjid dalam pelaksanaan kedua perintah-perintah di atas, juga pengembangan organisasi masjid, kegiatan fisik, rehabilitasi masjid dan pengembangan pembangunan fisik masjid memerlukan kemampuan keterampilan teknis. Dan masjid dapat menjadi tempat pendidikan ini.
Rasulullah di awal hijrahnya ke Madinah melakukan ketiga hal di atas secara baik dan tepat, sehingga menghasilkan generasi Islam yang berhasil mengembangkan syiar Islam ke seluruh penjuru dunia, sejak dulu hingga sekarang. Karena masjid merupakan ruhnya atau qolbunya pendidikan.
3. Psikomotorik, yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis. Diwujudkan dengan berbagai kegiatan fisik di masjid dalam pelaksanaan kedua perintah-perintah di atas, juga pengembangan organisasi masjid, kegiatan fisik, rehabilitasi masjid dan pengembangan pembangunan fisik masjid memerlukan kemampuan keterampilan teknis. Dan masjid dapat menjadi tempat pendidikan ini.
Rasulullah di awal hijrahnya ke Madinah melakukan ketiga hal di atas secara baik dan tepat, sehingga menghasilkan generasi Islam yang berhasil mengembangkan syiar Islam ke seluruh penjuru dunia, sejak dulu hingga sekarang. Karena masjid merupakan ruhnya atau qolbunya pendidikan.
Sekolah-sekolah yang
dibangun di seputar masjid dewasa ini menunjukkan bahwa tiga hal yang mendasar
di atas dapat berjalan bersamaan. Siswa tidak hanya mengutamakan NEM dan
kepandaian dalam olah ilmu pengetahuannya, tapi juga iman dan akhlakul karimah,
serta kemampuan fisiknya dalam olah jasmani dalam berbagai kegiatan fisik yang
dilakukan di sekolah. Inilah hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa saat
awal hijrah Rasulullah saw. di atas. Karena itulah marilah kita makmurkan
masjid-masjid sebagai rumah Allah dengan menjalankan shalat berjamaah di
masjid, mengikuti pengajian-pengajian dan tadarus Al-Qur'an, serta melakukan
kajian-kajian baik masalah akidah, syariah, dan ilmu pengetahuan dan akhlakul
karimah. Baik itu masjid di lingkungan rumah kita masing-masing, maupun di
lingkungan sekolah-sekolah kita. Apabila saatnya adzan terdengar sebagai
panggilan shalat, maka semua kegiatan dihentikan untuk bersama-sama
melaksanakan shalat berjamaah. Dengan demikian akan tercapailah tujuan
pendidikan yang diharapkan.(AS)
Ahmad Asy-Syarbaasyi, Dialog Islam.
Surabaya: 1997.
Hasanuddin,Hukum Dakwah, Tinjauan
Aspek Hukum dalam Berdakwah di
Indonesia, Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1996.
Moh E. Ayub, Menejemen Masjid,
Jakarta: Gema Insani Press, 1997
Moh E. Ayub, Menejemen Masjid,
Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Muhammad Natsir, Keputusan dan
Rekomendasi Muktamar Risalah Masjid
se Dunia di Makkah, Jakarta,
Perwakilan Rabitah Alam Islami ,
1395H.
Nana Rukmana D.W, Masjid dan Dakwah,
Merencanakan, Membangun dan
Mengelola Masjid, Mengemas Substansi
Dakwah,Upaca Pemecahan
Krisis Moral dan Spiritual, Jakarta:
Almawardi Prima, 2002.
Quraish Shihab,M., Wawasan Al-Qur’an
, Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: Mizan,
1996.
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadat
dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka
Antara, 1971.
Label: MANAJEMEN
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)